Jumat, 18 Desember 2015

Selamat dan Sukses Fakultas Ilmu Komunikasi, Fakultas Desain dan Industri Kreatif Universitas Esa Unggul Meraih Penghargaan Indonesia Best School 2015

Selamat dan Sukses Fakultas Ilmu Komunikasi, Fakultas Desain dan Industri Kreatif Universitas Esa Unggul Meraih Penghargaan Indonesia Best School 2015

Indonesia Best School 2015
Pada acara Indonesia Best School 2015 event ke 6 yang diadakan 16 Desember 2015 di Jakarta oleh kelompok media SWA dan MIX Marketing Communications dibawah kepemimpinan Chief  Editor, Bapak Kemal E Gani, Fakultas Ilmu Komunikasi dan Fakultas Desain dan Industri Kreatif Universitas Esa Unggul yang diwakili oleh Ibu Euis Nurul Bahriyah, SE, M.Si. berhasil meraih prestasi 5 besar Indonesia "Best School of Communications 2015 A Accreditation Private University", selain universitas UMM Malang, UMM Yogyakarta, LSPR dan Univ. Al. Azhar Jakarta.
 
Ibu Euis Nurul Bahriyah, SE, M.Si
Dasar penilaian berdasarkan hasil survey dari +/-1000 responden se Jabodetabek, dan Jawa (Bandung, Surabaya, Yogya) terhadap orang tua, calon mahasiswa, alumni dan HR corporate.
Survey dilakukan dalam 2 tahap:
  1. Tahap I dilakukan April – Mei 2015 (Ortu dan calon mahasiswa)
  2. Tahap II dilakukan Oktober 2015 (HR Corporate)
Penilaian terhadap PTN dan PTS meliputi : Reputasi PT, Kualitas dan Serapan Lulusan, Kesesuaian Biaya dan Manfaat, Fasilitas, Kontribusi Terhadap Lingkungan, Prestasi yang dicapai, dan Rekomendasi oleh alumni terhadap persepsi (citra, kualitas dan rekomendasi).

Selain itu Fakultas Desain Industri Kreatif juga berhasil meraih prestasi sebagai Indonesia "Best School of Visual Communications Design 2015 B Acreditation Private University", selain universitas Paramadina, UPH, Interstudi Jakarta.

Piagam Penghargaan Pada Acara Indonesia Best School 2015
Semoga kedepannya kita bisa mempertahankan bahkan meningkatkan prestasi baik prodi Fakultas Ilmu Komunikasi maupun Fakultas Desai Industri Kreatif Universitas Esa Unggul pada event yang lain. Aamiin

Read More..

Rabu, 30 September 2015

Penulisan Naskah 3

Cara Penulisan NaskahBekal dasar penulis skenario
Dukungan dari luar diri kita, menentukan sukses dan gagalnya seorang penulis
  1. Keluarga, Sangat diperlukan (orang tua, anak, famili)
  2. Lingkungan, sebaiknya kita memilih rumah yang tenang, aman dan nyaman (lingkunga jangan sampai mengganggu konsentrasi)
  3. Tamu/kerabat, Sedapat mungkin kita perlu membatasi kedatangan tamu yang mungkin akan menyita waktu kerja
  4. Asisten/Sekretaris, juga sangat diperlukan, terutama jika pekerjaan mendesak/kejar tayang
  5. Penonton, Dukungan penonton bisa berupa pujian atau kritikan sebagai efek dari hasil kerja kita sebagai penulis skenario
  6. Sesama seniman, Pujian biasanya lebih banyak datang dari luar seniman, sementara kritikan biasanya justru datang dari kalangan seniman, ini sudah lumrah, persaingan antar pekerja seni
Dukungan fasilitas
Perlu didapatkan oleh seorang penulis

  1. Peralatan Kerja, Penulis skenario, memerlukan peralatan untuk bekerja, idealnya dengan seperangkat komputer, printer boleh di tambahkan dengan akses internet, untuk meluaskan wawasan kita 
  2. Tempat Kerja, Ruang kerja yang ideal bagi seorang penulis, jauh dari bising karena kita membutuhkan ketenangan
  3. Perpustakaan, Koleksi buku juga akan menambah wawasan seorang penulis skenari.
Sumber Weblog Esa Unggul


Read More..

Selasa, 29 September 2015

Penulisan Naskah 2

Cara Penulisan Naskah

BEKAL DASAR PENULIS SKENARIO


Dukungan dari diri sendiri,
Perlu ditumbuhkan dari dalam diri kita, tidak bisa di paksakan karena yang menentukan diri kita sendiri.


Dukungan dari luar diri kita,
Ini juga menentukan sukses dan gagalnya seorang penulis skenario.


Dukungan Fasilitas
Perlu didapatkan oleh seorang penulis.

Dukungan dari diri sendiri
  1. Minat, perlu ditumbuhkan dari dalam diri kita sendiri untuk mewujudkan tekad menjadi seorang penulis skenario.
  2. Bakat, untuk menjadi penulis skenario yang profesional, idealnya dibutuhkan bakat dalam bidang tulis menulis.
  3. Bakat, bisa karena punya garis keturunan dari seorang penulis , dapat pula berupa bakat alam.
  4. Motivasi, Sebagai seorang penulis skenario, punya motivasi kuat
  5. Apa tujuan kita menjadi penulis skenario?
  6. Motivasi seseorang berbeda-beda.
    Disiplin, perlu menanamkan sikap disiplin yang berkaitan dengan pekerjaan, disiplin waktu kerja.
    Kecerdasan, Penulis skenario perlu bekal kemampuan berpikir yang baik atau kecerdasan yang prima. Ini dibutuhkan untuk dapat mengolah cerita denga baik, merangkai kisah demi kisah, konflik demi konflik secara menarik dan api. 
  7. Pengetahuan,The only good is knowledge, and the only evil is ignorance. Satu-satunya yang baik ialah pengetahuan, dan satu-satunya yang jahat ialah kemasabodohan. (Diogenes Laertius : penulis Yunani)Sebagai penulis skenario, pengetahuan luas sangat dibutuhkan, agar cerita yang kita buat juga bernapas dan bervariasi 
  8. Pengalaman, Time is the father of truth, and the experience is the mother of all things. Waktu adalah bapak kebenaran, dan pengalaman adalah ibu dari segala sesuatu(John Florio : penulis Inggris). Pengalaman bisa terjadi dengan sendirinya secara alami, namun ada juga pengalaman yang kita ciptakan, untuk menambah bekal pengalaman 
  9. Pergaulan, Sangat dibutuhkan oleh seorang penulis skenario, pergaulan dengan segala kalangan yang muda sampai yang tua, yang kaya sampai yang miskin, yang genius sampai yang idiot, yang baik sampai yang jahat tanpa membedakan suku, agama, warna kulit, ini sangat membantu dalam membuat karakter toko. 
  10. Komunikasi, banyak berkomunikasi dengan semua kalangan untuk mendapatkan informasi yang berharga.
    Belajar, walaupun sudah berumur, kita tidak perlu malu / berhenti belajar guna menambah pengetahuan dan kecakapan dalam segala hal, banyak membaca buku. 
  11. Perjalanan, Melakukan perjalanan ke sebuah tempat guna memperkaya wawasan tentang tempat yang nantinya dibutuhkan untuk setting cerita
Sumber Weblog Esa Unggul








Read More..

Penulisan Naskah

Penulisan Naskah


NASKAH,

cerita secara lengkap/utuh, baik tokoh, adegan, waktu dan tempat kejadian/peristiwa dsb.

Penulisan Naskah untuk film, televisi, termasuk video, lazim dengan istilah : scenario

Skenario,
merupakan bentuk tertulis dari gagasan atau ide yang menyangkut penggabungan antara gambar dan suara, dimaksudkan sebagai pedoman dalam pembuatan film, sinetron atau program televisi


Naskah
Naskah

Naskah

Naskah













Sumber Weblog Esa Unggul
Read More..

Rabu, 08 Juli 2015

urnalisme Berperspektif Gender


Dra. Sarah Santi
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Esa Unggul, Jakarta

Persoalan perempuan di media massa menyangkut tiga hal, yaitu gambaran atau representasi wajah perempuan yang tidak menyenangkan, keterlibatan perempuan dalam sturktur organisasi media yang belum berimbang dibandingkan dengan laki-laki, dan isi pemberitaan yang tidak sensitif dengan persoalan-persoalan perempuan. Untuk itu, diperlukan jurnalisme yang berpihak pada perempuan, yang dikenal dengan jurnalisme berperspektif gender.
Berbicara soal perempuan dan media massa, pada dasarnya kita berbicara tentang tiga hal. Pertama adalah representasi perempuan dalam media massa, baik media cetak, media elektronik, maupun berbagai bentuk multi media. Sejauh ini media massa masih menjadikan perempuan sebagai obyek, baik di dalam pemberitaan, iklan komersial  maupun program acara hiburannya seperti sinetron. Wajah perempuan dalam pemberitaan cenderung meng-gambarkan perempuan sebagai korban, pihak yang lemah, tak berdaya, atau menjadi korban kriminalitas karena sikapnya yang “mengundang” atau memancing terjadinya kriminalitas, atau sebagai obyek seksual. Sementara perempuan dalam iklan tampil lebih sering sebagai potongan-potongan tubuh yang dikomersialisasi karena keindahan tubuhnya atau kecantikan wajahnya. Wajah perempuan dalam program acara hiburan seperti sinetron juga menyudutkan perempuan. Penggambaran dalam cerita-ceritanya seringkali sangat stereotipe. Perempuan digambarkan tak berdaya, lemah, membutuhkan perlindungan, korban kekerasan dalam rumah tangga, kompe-tensinya pada wilayah domestik saja. Atau, justru perempuan yang galak, tidak masuk akal, “murahan” dan bahkan pelacur, bukan perem-puan baik-baik, pemboros, dan sebagainya.
Kedua, persoalan perempuan justru ter-letak pada masih sedikitnya perempuan yang terlibat dalam kerja jurnalistik karena memang selama ini kerja jurnalistik dianggap sebagai wilayah kaum pria. Meski demikian, dari tahun ke tahun jumlah perempuan yang berprofesi sebagai jurnalis meningkat. Di negara-negara maju, komposisi jurnalis perempuan mencapai 30% – 40% (Jurnal Perempuan, 2003). Sementara, dalam tulisan Bettina Peters yang dikutip oleh Jurnal Perempuan (2003) menguraikan bahwa Interna-tional Federation for Journalist (IFJ) pernah melaku-kan penelitian di 39 negara dan mendapatkan data bahwa prosentase rata-rata dari jurnalis perempuan adalah 38%.  Di Indonesia, berdasar-kan data Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, diperkirakan dari 100.00 jurnalis yang ada, 17% nya dalam perempuan (Venny, 2005).
Meski demikian peningkatan ini perlu dicermati karena keterlibatan para perempuan dalam dunia jurnalistik dan media tidak berarti mereka juga punya kontribusi besar dalam menentukan isu-isu yang harus diangkat dengan sudut pandang para perempuan. Ternyata, jumlah perempuan yang duduk dalam struktur media di tingkat pengambil keputusan tetap masih terbatas. Prosentase perempuan sebagai editor, kepala bidang atau departemen, dan pemilik media hanya berkisar 0,6% saja (Venny, 2005). Keterbatasan ini membawa kita pada persoalan ketiga ketika bicara tentang perempuan dan media massa.
Hal ketiga itu adalah persoalan sejauh mana para pengambil keputusan dalam media massa memiliki sensitivitas gender dalam menen-tukan isu pemberitaan. Hal ini terkait dengan kepentingan kekuasaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Sayangnya, karena tidak memiliki perspektif gender, media massa sering-kali abai pada isu-isu perempuan dan persoalan gender. Pada akhirnya, representasi perempuan yang ditampilkan dalam media massa semakin memarjinalkan dan mensubordinasi para perem-puan.
Ketiga permasalahan di atas membawa kita lebih jauh pada satu pertanyaan: apakah kerja dan hasil kerja jurnalisme harus bebas nilai? Atau justru harus berpihak pada perempuan?
Jurnalisme dan Perspektif Gender
Para feminis meyakini bahwa media harus berperan dalam menciptakan kesetaraan dan keadilan gender. Karenanya, sebenarnya diper-lukan jurnalisme yang memiliki sudut pandang perempuan, yang dikenal dengan istilah jurna-lisme berperspektif gender. Nur Iman Subono mencoba mendefinisikan jurnalisme berpers-pektif gender dengan mengatakan bahwa itu merupakan: “…kegiatan atau praktek jurnalistik yang selalu menginformasikan atau bahkan mem-permasalahkan dan menggugat terus menerus, baik dalam media cetak (seperti dalam majalah, surat kabar, dan tabloid) maupun media elek-tronik (seperti dalam televisi dan radio) adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan, keyakinan jender yang menyudutkan perempuan atau representasi perempuan yang sangat bias jender” (Subono, 2003).
Dengan mengutip May Lan, Subono pun masih mencoba menambahkan pemahaman tentang jurnalisme berperspektif gender. Yaitu praktik jurnalisme yang berupaya untuk  menye-barkan ide-ide mengenai kesetaraan dan keadilan  gender antara laki-laki dan perempuan melalui media.
Dalam tulisannya, Subono berusaha lebih jauh mencoba menunjukkan dua pendekatan kerja jurnalisme, yaitu jurnalisme yang memiliki sensitivitas gender dan jurnalisme yang tidak memiliki sensitivitas gender atau yang disebut sebagai jurnalisme netral gender. Ia memodifikasi sebuah model dari bukunya Eriyanto dimana model tersebut menyebutkan 4 tolok ukur untuk melihat apakah sebuah media melakukan kerja jurnalistik yang netral gender atau berperspektif gender, yang dapat dilihat dalam Tabel 1.  Keempat hal yang dapat dijadikan acuan itu adalah bagaimana media melihat fakta, bagaimana media itu sendiri berusaha memosisikan dirinya diantara berbagai kelompok kepentingan dan akses atas media, bagaimana jurnalis media itu sendiri mengambil posisi dan perannya dalam kerja di media, dan terakhir adalah bagaimana ketiga acuan pertama di atas menjadi dasar meng-olah hasil peliputan dan tampil dalam pem-beritaan. Jika media massa itu memiliki keber-pihakan, maka tampilan hasil peliputan atau pemberitaan memang secara tegas memiliki pers-pektif tersendiri, sementara jika netral gender, maka isi pemberitaan tidak memiliki sudut pan-dang atau perspektif tertentu atas sebuah per-soalan yang memihak kepada perempuan.
Representasi, Partisipasi, dan Akses Perempuan dalam Media
Persoalan representasi perempuan di me-dia, pemberitaan yang memiliki sensitivitas gender, dan jurnalisme yang memiliki keber-pihakan seperti yang terurai di atas pada dasarnya bermuara pada sejauh mana akses perempuan pada media massa. Hal itu masih menjadi per-soalan tersendiri.
Konferensi Tingkat Dunia tentang Pe-rempuan IV di Beijing, China pada tahun 1995 berhasil merumuskan rekomendasi 12 bidang kritis sebagai sasaran-sasaran strategis yang harus dipenuhi Negara. Isi dari rekomendasi yang disebut dengan Deklarasi Beijing dan Landasan Aksi (Beijing Platform for Action) itu antara lain adalah mencapai sasaran strategis bagi perempuan di media massa.  Ada dua sasaran strategis me-nyangkut perempuan dan media massa, yaitu :
  • meningkatkan partisipasi dan kesempatan perempuan untuk berekspresi dan mengambil keputusan di dalam dan melalui media massa serta teknologi-teknologi komunikasi yang baru
  • memajukan gambaran-gambaran yang seim-bang dan tidak klise tentang perempuan dalam media. (Lembar Info Edisi 25, http://www/lbh-apik.or.id/fac-25.tm, diakses 31 Oktober 2006)
Perempuan dan media massa menjadi salah satu dari 12 bidang sasaran strategis BPFA+10 itu dikarenakan pada kenyataannya  identitas dan representasi perempuan di media massa masih menunjukkan kuatnya stereotipe terhadap perem-puan akibat budaya partriakhal selain juga perem-puan sebagai obyek di media massa. Di sisi lain, media massa memang memiliki peranan yang besar dalam mengkonstruksi masyarakat sehingga gambaran tentang perempuan yang muncul di media jika tidak dikritisi akan dianggap natural, wajar, dan bahkan begitulah adanya.
Padahal, jika saja akses perempuan terhadap media tidak terbatas, banyak yang bisa dilakukan oleh mereka yang kritis terhadap identitas dan representasi perempuan dalam media. Keter-batasan akses itu  membuat perempuan menjadi terpinggirkan. Wajah perempuan yang sesung-guhnya tidak tampak dan suara perempuan tidak terdengar karena  terhegemoni oleh kekuasaan dan kepentingan ekonomi yang berbalut nilai-nilai patriarkhal.
Sebuah organisasi non-pemerintah yaitu Indo-nesian NGO Forum on BPFA+10 mengidenti-fikasi hambatan-hambatan perempuan dalam media massa didalam laporan mereka tentang pelaksanaan BPFA+10 itu. Hambatan-hambatan itu adalah sebagai berikut (Achmad, 2005). Pertama, citra perempuan yang tampil dalam iklan-iklan masih seputar kegiatan domestik dan kecantikan. Kedua, program acara televisi juga memberi kontribusi negatif terhadap citra perempuan. Perempuan jarang digambarkan sebagai sosok yang independen, berani dan ter-pelajar dalam sinetron-sinetron televisi. Ketiga, hanya sedikit program acara TV dan radio yang memberdayakan perempuan. Kalaupun perem-puan tampil dalam program acara TV dan radio, lebih mengarah pada kegiatan masak-memasak atau personal grooming. Keempat, media memperlakukan perempuan lebih sebagai obyek yang dieksploitasi, sehingga tubuh perempuan tampil dalam iklan-iklan yang tidak ada hubu-ngannya dengan produk yang diiklankan. Begitu juga pemberitaan-pemberitaan yang tidak sensitif terhadap gender. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan yang besar dalam hal pemahaman dan kesadaran gender. Kelima, bahasa pun kemudian mengkonstruksi stereotipe citra perem-puan di media. Yang terjadi kemudian adalah kerja jurnalistik, melalui bahasa dan pilihan katanya, menampilkan berita-berita kriminalitas yang membuat perempuan menjadi korban berkali-kali dan bukannya memberitakan adanya pelanggaran hak terhadap perempuan. Keenam, tidak adanya program khusus dari pemerintah untuk memperkenalkan dan mempromosikan konsep-konsep kesetaraan dan keadilan gender di media massa. Ketujuh, pemerintah masih belum bisa merevisi sumber hukum yang sangat bias gender yaitu UU Perkawinan No. 1 tahun 1974. Isi undang-undang itu sangat bertentangan dengan CEDAW yang merupakan sebuah konvensi internasional untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Kedelapan, perempuan tidak bisa menggunakan pengaruhnya dalam menentukan isi media dan kebijakan-kebijakannya dikarenakan hanya sedikit perempuan yang berada dalam posisi pengambil keputusan di media.
Berangkat dari argumentasi-argumentasi di ataslah kemudian menjadi sangat bisa diterima jika perempuan perlu memanfaatkan media massa untuk memperdengarkan suara dan pengala-mannya dan sekaligus menampilkan wajah perem-puan yang lebih representatif.
Mengapa media massa menjadi sebuah sasaran strategis bagi alat untuk menyuarakan identitas, keterwakilan dan kepentingan perem-puan? Hal ini dikarenakan karakter dan peran media  massa yang khas. Dalam tulisannya, Adriana Venny mengatakan bahwa sejalan dengan perannya sebagai media sumber informasi, pen-didikan, dan hiburan, media massa juga memain-kan peranan penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi (2005). Ia mencontohkan keberhasilan program pemerintah masa Orde Baru yang membentuk “Kelom-pencapir” (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa) ketika mensosialisasikan program-pro-gram pertaniannya.
Organisasi-organisasi non-pemerintah (ornop-ornop) yang memperjuangkan hak perem-puan menyadari bahwa mereka harus memiliki media sendiri untuk menyebarluaskan gagasan tentang kesetaraan dan keadilan gender. Media juga mereka perlukan untuk melakukan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan dan menggalang kesatuan untuk melakukan perubahan. Venny (2005) mencatatkan beberapa ornop perempuan yang memiliki media sendiri untuk tujuan-tujuan meningkatkan partisipasi dan akses perempuan melalui media dan teknologi komunikasi. Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) menggunakan media cetak berupa jurnal, website, dan radio dengan memproduksi program acara radio yang memuat isu-isu perempuan dan disiarkan oleh 167 stasiun radio. Selain itu YJP juga membuat film dokumenter tentang perempuan di wilayah konflik dan perdagangan perempuan. Selain itu, banyak ornop-ornop perempuan yang memiliki dan menggunakan media newsletter sendiri untuk menyebarluaskan kesadaran dan isu-isu gender.
Meski ornop-ornop perempuan itu telah begitu baik memanfaatkan industri media untuk menjalankan peran mereka, Venny memberikan catatan pula bahwa nyaris tidak ada dukungan dari pemerintah, industri iklan dan para pembuat kebijakan dalam industri media atas apa yang mereka lakukan. Tidak heran jika upaya gender mainstreaming atau pengarusutamaan gender masih memiliki kendala hingga kini. Karenanya, diper-lukan sebuah media alternatif yang luas jang-kauannya dan mampu membawa pada peru-bahan.
Referensi:
Amiruddin, Mariana,  (Ed), ”Mendengarkan perempuan”, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2004.
Andy, Yetriani, dan Lisa Bona (Ed.),  ”Diskusi radio jurnal perempuan: suara demokrasi, budaya, dan hak-hak perempuan”, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 1999.
Eriyanto, ”Analisis framing: konstruksi, ideologi, dan politik media”, LkiS, Yogyakarta, 2002.
http://www.lbh-apik.or.id/fac-25.htm, diakses pada tanggal 31 Oktober 2006.
Irigaray, Luce, ”Aku, kamu, kita: belajar berbeda”, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2005.
Jurnal Perempuan, ”Perempuan dan media”, No. 28, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003.
Kusumaningrum, Ade, ”Radio, media alternatif suara perempuan?”, Dalam Jurnal perempuan. No. 28, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003.
Leclerc, Annie, ”Kalau perempuan angkat bicara”, Kanisius, Yogyakarta, 2000.
Santi, Budie, (Ed), ”Perempuan bertutur: Sebuah Wacana Keadilan Gender dalam Radio Jurnal Perempuan”, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003.
Venny, Adriana, Dalam Titi Sumbung (Ed.), ”NGO report on the implementation of beijing platform for action 1995 – 2005: Country Indonesia”, Indonesian NGO Forum on BPFA + 10, Jakarta, 2005.

Read More..

Senin, 18 Mei 2015

Tim Mahasiswa FIKOM Universitas Esa Unggul Menang Kategori Best Visitor’s Choice and Social Media Voting dan Runner Up Best Content Lomba Mading Jurnalistik Mana IndonesiaMu 2015


Sebagai kelanjutan dari acara Mana IndonesiaMu, Workshop Jurnalistik Series, Universitas Esa Unggul – Tempo Media Group – Teh Javana Wings Food, Tim Mahasiswa Universitas Esa Unggul memenangkan Lomba Mading Jurnalistik Mana Indonesiamu dari Teh Javana  yang diadakan sejak tanggal 11-17 Mei 2015.  Esa Unggul mengangkat Tema Pariwisata Tersembunyi Indonesia (Gua Harimau-Sumsel, Lembah Bada-Sulteng, Ruteng Pu’u-NTT, Teluk Kiluan-Lampung, Bukit Bangkirai-Kaltim, Banda Neira-Maluku). Universitas Esa Unggul meraih juara kategori best Visitor’s Choice and Social Media Voting dan Runner Up Best Content. Juara best content-UI, juara Best Decoration-UMB, juara best booth icon and dress-Trisakti, Best of the best-UI.  Peserta adalah universitas yang sebelumnya telah menjadi tempat workshop jurnalistik bersama the javana dan tempo, antara lain UEU, UI, Trisakti, UAI, UMB, UKI, Paramadina.
Tim yang terdiri dari 8 orang, Yohanes Irawan-Jurnalistik, Fathurrozak-Jurnalistik, Loike Tenggara-Jurnalistik, Rizki Fajarianti-Jurnalistik, Aufi Ramadhania-Jurnalistik, Alfridho Yuliananda-Jurnalistik, Andri Novianto-Broadcasting, dan Andi Imam Pramana-Broadcasting ibi berhasil memenangkan Best Visitor’s Choice and Social Media Voting dan Runner Up Best Content. Sistematika perlombaan: Technical meeting 10 Mei 2015 sekaligus pembagian modal 2,5 jt untuk keperluan lomba tiap kampus, 11-12 Instalasi booth dan touch up booth, 12-16 Penjurian, 13-16 Voting berlangsung, 17 Mei pengumuman pemenang.
Tema Pariwisata diangkat oleh Universitas Esa Unggul dan UAI, tema fashion UI dan Paramadina, tema kuliner UKI, tema adat dan budaya Trisakti, dan tema sumber daya manusia UMB. Tiap universitas menampilkan sentuhan terbaiknya pada booth yang telah disediakan.  Berlangsung di grand Indonesia.  Untuk voting setiap orang bisa vote langsung ke GI setelah melihat semua booth dengan poin yang akan diterima adalah 5, jika vote dari rumah melalui sosmed hanya 1 poin. Voting ditutup 16 mei pukul 22.00 dengan perolehan ueu 4000, trisakti 3141, uki 1859, ui 1325, umb 1309, uai 916, paramadina 871. Pemenang setiap kategori mendapatkan hadiah ipad mini apple 8 buah. Atau satu tim yang terdiri 8 orang mendapatkan masing2 1 ipad perorang. Dan pemenang kampus hashtag war mendapatkan 1,5jt yaitu esa unggul. Kampus hashtag war berlangsung selama workshop berlangsung yaitu dari awal April hingga 10 Mei. Juri 3 orang, aristo general marketing wingsfood, gabriella PR wingsfood, dan meggy dari tempo. Acara penutupan yang dihadiri aksi Dewa Bujana dan Tohpati di The Fountain Grand Indonesia.

Read More..

Jumat, 10 April 2015

Mana IndonesiaMu, Workshop Jurnalistik Series, Universitas Esa Unggul – Tempo Media Group – Teh Javana Wings Food


 
Universitas Esa Unggul menjadi salah satu destinasi program jurnalistik series yang diselenggarakan oleh Teh Java – Wings Food, Tempo Meda Group, dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul selama 2 hari mulai 8 – 9 April 2015 di Kampus Esa Unggul.  Tujuan program acara ini untuk mendorong mahasiswa untuk lebih mencintai produk Indonesia melalui penulisan jurnalistik tentang produk-produk Indonesia khususnya teh. Tempo mengusulkan kegiatan pelatihan penulisan artikel untuk mahasiswa diberbagai perguruan tinggi.  Workshop jurnalistik di beberapa Universitas ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan untuk dapat menulis sesuai dengan kaidah jurnalistik yang benar serta terpublikasi dengan tulisan yang sudah di edit dan di situs citizen journalism.
Kegiatan pelatihan 2 hari ini membahas tentang dasar-dasar teknik penulisan, memahami tulisan, media, dan sosial media serta pembahasan hasil tulisan yang diagendakan dalam Kelas Jurnalistik, Diskusi Topik dan Lomba Penulisan Berita tentang perlunya dorongan teh asli Indonesia dimata dunia. Para peserta dari mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UEU sangat antusias mengikuti seluruh agenda acara Workshop dan Lomba, Mana IndonesiaMu – Workshop Jurnalistik Series. (Est)

Read More..

Realted Posts